Minggu, 10 November 2013

Daqwah tauhid adalah daqwah para Nabi dan Rasul

Dakwah Tauhid Dakwah Para Nabi Dan Rasul
Dakwah Tauhid Dakwah Para Nabi Dan Rasul
DAKWAH TAUHID DAKWAH  PARA  NABI DAN RASUL[1]
Disusun oleh: Abu Zahrah al-Anwar
HIKMAH PENCIPTAAN JIN DAN MANUSIA
Alloh Ta’ala berfirman:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan tidaklah Aku (Alloh) dptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadat (semata-mata) kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa hikmah[2] diciptakan jin dan manusia adalah agar beribadah semata-mata kepada Alloh Ta’ala dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman kepada ahli neraka yang paling ringan adzabnya: “Jikalau engkau mempunyai dunia seisinya apakah engkau akan menebus (siksaan neraka) dengannya?” la menjawab: “Ya (aku akan menebus dengannya).” Alloh berfirman: “Sungguh Aku menginginkan darimu sesuatu yang lebih ringan darinya sedangkan engkau (ketika itu) berada di tulang sulbi Adam (yaitu): ‘Janganlah engkau berbuat kesyirikan.’” Dan aku (Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu menyangka bahwasanya beliau (Rasulullah dari Alloh Ta’ala) mengatakan: “Dan tidaklah Aku akan memasukkanmu ke dalam neraka, namun kamu enggan (untuk menerima dan melakukannya) kecuali kesyirikan.” (Hadits shahih riwayat Muslim 2805)
Berkata Ibnu Katsir: “Ibadah yang dimaksud adalah ketaatan kepada Alloh dengan melaksanakan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Itulah hakikat agama Islam, karena makna Islam adalah berserah diri kepada Alloh disertai dengan segala puncak kepatuhan, ketundukan, dan perendahan diri.”
Dan beliau mengatakan pula: “Makna ayat ini adalah bahwa Alloh menciptakan makhluk agar beribadah semata-mata kepada-Nya. Barangsiapa taat akan dibalas dengan balasan yang sempurna dan barangsiapa menentang akan disiksa dengan siksaan yang amat pedih.”
TAUHID ADALAH AGAMA SELURUH NABI DAN RASULALLOH
Alloh Ta’ala berfirman:

شَرَعَ لَكُم مِّنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحاً وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَن يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Alloh menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (QS. asy-Syura [42]: 13)
Juga dalam ayat lain:

وَإِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاتَّقُونِ

Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kalian semua dan Aku adalah Rabb kalian, maka bertaqwalah kalian semua kepada-Ku. (QS. al-Mu’minun [23]: 52)
Dua ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa agama seluruh rasul Alloh adalah agama tauhid, (yaitu) mengesakan Alloh semata dalam peribadatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya kami para nabi, agama kami adalah satu[3]. (HR. Bukhari 3443, Muslim 2365)
Berkata Syaikhul Islam Ahmad bin Abdul Halim: “Agama para nabi adalah satu walaupun syari’at mereka berlainan.”
Berkata Syaikh Muhammad at-Tamimi: “Ketahuilah -semoga Alloh merahmati anda-, bahwa tauhid adalah pengesaan Alloh dalam peribadatan dan ia merupakan agama para rasul Alloh yang diutus kepada hamba-hamba-Nya.”
PENYELEWENGAN MANUSIA DARI TAUHID
Ketahuilah wahai saudaraku -semoga Alloh menunjuki jalan-Nya yang lurus-, bahwa seluruh manusia yang dilahirkan di muka bumi ini, dilahirkan di atas fithrah. Alloh Ta’ala berfirman:

فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفاً فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ

Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Alloh; (tetaplah atas) fithrah Alloh yang telah menciptakan ma.nusia menurut fithrah itu. Tidak ada peubahan pada fithrah  Alloh. (QS. ar-Rum [30]: 30)
Berkata Ikrimah: “Fithrah Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu: (yaitu) Islam.” (Tafsir ath-Thabari juz 10 hal. 182)
Berkata Mubarakfuri: Berkata Ibnu Abdil Barr: “Yang terkenal di sisi salaf dan disepakati ahlu ilmi, bahwa makna fithrah Alloh yang telah menciptakan manusia menurut fithrah itu, adalah: Islam.” (Tuhfatul Ahwadzi juz 6 hal. 287)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Setiap anak dilahirkan berada di atas fithrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya beragama Yahudi atau Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari 6599, Muslim 2658)
Alloh Ta’ala telah mengambil janji kepada bani Adam agar tidak menyekutukan Alloh Ta’ala dengan sesuatu pun, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:

وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِن بَنِي آدَمَ مِن ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنفُسِهِمْ أَلَسْتَ بِرَبِّكُمْ قَالُواْ بَلَى شَهِدْنَا أَن تَقُولُواْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ

Dan (ingatlah) ketika Rabbmu mengeluarkan keturunan Adam dari sulbi mereka dan mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “BukankahAku iniRabbmu?” Mereka menjawab: “Betul (engkau adalah Rabb kami), kami menjadi saksi. ” (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang ycmg lengah terhadap ini (keesaan Alloh Ta’ala).”[4] (QS. al-A’raf [7]: 172)
Sepeninggal Nabi Adam ‘alaihis salam keturunan beliau berada di atas agama beliau dan tidaklah mereka berbuat kesyirikan (menyekutukan Alloh dengan selain-Nya dalam peribadatan). Fenomena ini, sebagaimana disinyalir dalam al-Qur’an:

كَانَ النَّاسُ أُمَّةً وَاحِدَةً فَبَعَثَ اللّهُ النَّبِيِّينَ

Dahulu kala manusia adalah umat yang satu, (setelah timbul perselisihan) maka Alloh mengutus para nabi. (QS. al-Baqarah [2]: 213)
Setelah kurun (generasi) kesepuluh, mereka meninggalkan agama bapak mereka dan timbullah kesyirikan yang disebabkan oleh ghuluw (melampaui batas yang wajib secara syar’i) dalam kecintaan mereka terhadap orang-orang shalih, sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an:

وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدّاً وَلَا سُوَاعاً وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْراً

Dan mereka mengatakan: “Jangan sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) sesembahan-sesembahan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd dan jangan pula Suwa’, Yaghuts, Wuq, dan Nasr!” (QS. Nuh [71]: 23)
Berkata Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Ini adalah nama-nama orang shalih dari kalangan kaum Nabi Nuh ‘alaihis salam. Tatkala mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung yang dipancangkan di majelis-majelis mereka dan dinamai dengan nama orang-orang shalih tersebut; dan mereka melakukannya. (Pada masa awal dibuat patung tersebut dan para pembuatnya masih hidup) tidaklah patung-patung tersebut disembah. Namun setelah pembuat patung-patung tersebut meninggal dunia dan ilmu agama telah dilupakan, maka disembahlah patung-patung tersebut.”[5]
Berkata Sa’id dari Qatadah: “Disebutkan kepada kami, bahwa antara Adam dan Nuh ‘alaihimas salam sebanyak sepuluh kurun (generasi), mereka berada di atas petunjuk dan syari’at yang haq. Setelah masa tersebut, terjadilah perselisihan. Setelah mereka berselisih dan meninggalkan kebenaran, Alloh mengutus Nuh ‘alaihis salam sebagai rasul pertama yang diutus di muka bumi ini.”
Berkata lbnuAbbas radhiyallahu ‘anhuma: “Manusia pada asalnya berada di atas agama Islam.”
Makna ayat ini dan penafsiran sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma adalah sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

وَمَا كَانَ النَّاسُ إِلاَّ أُمَّةً وَاحِدَةً فَاخْتَلَفُواْ

Manusia dahulunya hanyalah satu umat, kemudian mereka berselisih. (QS. Yunus [10]: 19)
Berkata pengarang tafsir Jalalain: “(Mereka) berada di atas satu agama (Islam), sejak dari masa Nabi Adam hingga masa Nabi Nuh.” (Tafsir Jalalain juz 1 hal. 268)
Berkata pengarang tafsir Abu Su’ud: “(Dalam ayat ini terdapat) penjelasan, bahwa tauhid dan Islam adalah agama yang lama. Seluruh manusia telah sepakat di atas agama tersebut, baik secara fithrah dan syari’at. Kesyirikan dan cabang-cabangnya adalah kejahilan yang dibikin oleh orang-orang tersesat, untuk menyelisihi jumhur (kelompok yang besar yang berada dalam ketauhidan) dan menentang jama’ah.[6] (Tafsir Abi Su’ud jilid 4 hal. 132)
HIKMAH PENGUTUSAN NABI DAN RASUL
Setelah umat manusia berselisih dan meninggalkan agama Islam, Alloh mengutus para nabi dan rasul dengan hikmah yang sangat mulia dan agung. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah:
a. Menegakkan hujjah
Alloh Ta’ala berfirman:

رُّسُلاً مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ لِئَلاَّ يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ وَكَانَ اللّهُ عَزِيزاً حَكِيماً

(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan memberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Alloh sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan Alloh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS.. an-Nisa’ [4]: 165)
b. Rahmat bagi alam semesta
Alloh Ta’ala berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

Dan tidaklah Kami mengutusmu (Nabi Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi alam semesta, (QS. al-Anbiya’ [21]: 107)
c.  Menjelaskan jalan menuju Alloh Ta’ala[7]
d. Menyeru umat manusia untuk mentauhidkan Alloh dalam peribadatan mereka.
Alloh Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (agar mereka menyerukan): “Sembahlah Alloh semata dan jauhilah thaghut (setan dan apa yang disembah selain Alloh Ta’ala).” (QS. an-Nahl [16]: 36)
DAKWAH PARA NABI DAN RASUL
Prioritas utama dakwah nabi dan rasul adalah mengajak manusia untuk mentauhidkan Alloh dalam peribadatan. Al-Qur’anul Karim menjelaskan hal tersebut secara global dan secara terperinci. Untuk lebih jelasnya, simaklah uraian dalam dua point di bawah ini. Semoga Alloh menambahkan pemahaman dan ilmu yang luas serta membukakan pintu hidayah dan taufiq di dalam jalan-Nya yang lurus kepada kita.
Di dalam al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang menjelaskan dakwah nabi dan rasul kepada tauhid secara global, di antaranya:
Surat an-Nahl [16] ayat 36:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul pada setiap umat (agar mereka :menyerukan): “Sembahlah Alloh semata dan jauhilah thaghut (setan dan apa yang disembah selain AllohTa’ala).”
Surat al-Anbiya’ [21] ayat 25:

وَمَا أَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan tidaklah Kami mengutus seorang utusan sebelum kamu, kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwasanya tidaklah ada sesembahan yang berhak disembah secara haq kecuali Aku, maka sembahlah Aku.[8]
Dalam al-Qur’an disebutkan pula kisah-kisah tentang dakwah nabi dan rasul kepada tauhid dan penentangan kaumnya secara terperinci.
Sumber: Majalah al-Furqon, edisi 9 thn V 1427 H, hal. 24-27 via Maktabah Abi Yahya

[1] Tulisan ini sebagai upaya untuk lebih memperjelas makalah yang penulis sajikan pada edisi yang lalu [di majalah al-Furqon, bukan di blog ini, -admin] (yaitu): “Dakwah Tauhid Prioritas Utama Dalam Dakwah”. Semoga Alloh Ta’ala mengikhlaskan niat penulis dan menjadikan amal ini sebagai tabungan yang penulis akan petik buahnya di akhirat kelak dan menjadikan makalah ini sebagai hadiah yang bermanfaat bagi seluruh kaum muslimin.
[2] Huruf lam dalam ayat di atas maknanya adalah lam hikmah. Bukanlah makna ayat ini, diciptakan yang pertama (jin dan manusia) untuk mengerjakan yang kedua (ibadah), tetapi diciptakan yang pertama dengan hikmah agar melakukan yang kedua; di antara manusia ada yang mewujudkannya dan sebagian yang lain enggan untuk mewujudkannya, pen.
[3] Karenanyalah pengingkaran terhadap seorang rasul pada hakikatnya pengingkaran terhadap seluruh rasul, pen
[4] Termasuk pengaruh dari janji ini, adalah seruan fithrah dalam diri setiap insan untuk menetapkan Alloh sebagai Rabb, Pencipta, dan Dzat yang berhak untuk disembah. (al-Aqidah al-Islamiyyah al-Muyassarah, Abdul Aziz bin Fathi, hal. 13)
[5] Dari peristiwa ini, kita dapat mengetahui kadar bahaya meremehkan urusan tauhid dan bahwasanya perkataan sebagian saudara kita: “… ajaran tauhid kami telah memahaminya!” ataupun “berapa lama lagi kita akan tetap mendakwahkan tauhid?” merupakan jaring perangkap setan dan senjata yang sangat ampuh baginya guna memangkas ajaran tauhid dan menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesesatan dan kesyirikan. Bayangkanlah… kalau seandainya orang tua atau da’i-da’i sepuh pada saat sekarang ini meremehkan pengajaran tauhid, apa yang akan terjadi pada kurun setelah kita? Dan kurun berikutnya lagi? Bukan mustahil, jika pada masa da’i-da’i sepuh dan murid-muridnya telah meninggal dunia, generasi berikutnya akan semakin kabur pemahaman ketauhidannya dan akan dengan mudah dijerumuskan oleh setan ke dalam kesyirikan dan berbagai dosa dan kemaksiatan. Nas’alulloha afiyah. (pen.)
[6] Jama’ah ada dua macam: jama’ah badan (bersatu di bawah pemimpin muslim yang sah secara syar’i) dan jama’ah agama (bersatu di atas al-haq), pen.
[7] Asal dari peribadatan kepada Alloh adalah haram dan seseorang tidak akan dapat mengetahui jalan peribadatan kecuali dari para rasul, pen.
[8] Yang dimaksudkan oleh ayat ini adalah: Tidaklah diutus seorang pun dari kalangan rasul kecuali dengan Tauhidullah dan tidaklah ada seorang rasul yang datang kepada suatu umat mengatakan bahwa ada sesembahan yang berhak disembah  secara haq selain Alloh. (Tafsir al-Wajiz jilid 1 hal. 714)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar