Bantahan untuk Orang Musyrik (4): Orang Musyrik Ternyata Rajin Ibadah
- Kategori: Aqidah
- Dilihat: 5713
Sama dengan pelaku kesyirikan saat ini, di antara mereka adalah orang yang rajin ibadah, jidatnya "ireng" (hitam) atau bahkan sudah menunaikan ibadah haji sampai berulang kali, juga bergelar pemuka atau tokoh agama. Namun mereka telah salah jalan karena teganya menduakan Allah dalam ibadah.
Syaikh Muhammad At Tamimi rahimahullah berkata, "Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- diutus di tengah-tengah kaum yang rajin ibadah, berhaji dan rajin bersedekah serta rajin berdzikir pada Allah. Akan tetapi, mereka menjadikan sebagian makhluk perantara antara diri mereka dengan Allah. Mereka berkata, "Kami ingin mendekatkan diri pada Allah dan kami ingin syafa'at mereka di sisi Allah." Mereka yang dimintai syafa'at itu adalah para malaikat, 'Isa, Maryam, dan orang sholih lainnya." (*)
Ini penggalan keempat dari pernyataan Syaikh Muhammad rahimahullah dalam risalah beliau Kasyfu Syubuhaat.
Orang Musyrik Ternyata Rajin Ibadah
Memang benar orang jahiliyah di masa silam adalah orang yang rajin ibadah. Di antara mereka adalah orang yang rajin berpuasa, mereka pun rajin shalat, mereka pun orang yang rajin berdo'a, bahkan mereka pun berhaji. Mereka juga menunaikan zakat, sedekah, rajin menjalin hubungan dengan kerabat (baca: silaturahim), dan suka berqurban. Mereka pun mendekatkan diri pada Allah dengan melakukan thawaf, menyendiri untuk ibadah (tahannuts), i'tikaf, dan bersuci dari hadits besar serta selain itu.
Mereka tidak hanya punya i'tiqod (keyakinan) bahwa Allah adalah pencipta dan memiliki sifat-sifat rububiyah yang lain, itu saja. Namun mereka juga beribadah pada Allah dengan shalat, zakat, haji dan puasa. Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Muhammad rahimahullah bahwa mereka itu melakukan haji dan rajin bersedekah.
Orang Musyrik Bersuci dari Hadats
Orang Arab dahulu sudah dikenal bahwa mereka pun bersuci dari hadats dan dari junub karena keluarnya mani. Ketika keadaan junub seperti itu mereka menyingkir dari tempat ibadah. Junub pun berarti menjauh sebagaimana ditemukan dalam ayat Al Qur'an,
وَالْجَارِ الْجُنُبِ
"dan tetangga yang jauh"
(QS. An Nisa': 36). Tetangga dalam ayat ini berarti jauh. Oleh karena
itu, orang yang keluar mani kala itu disebut dalam keadaan junub karena
mereka dahulu diperintah menjauh dari Ka'bah. Mereka menjauh dari tempat
ibadah sampai mereka suci. Jadi bersuci dari junub sudah ma'ruf di
kalangan orang Arab termasuk kalangan orang musyrik di masa silam.Adapun bersuci dari hadats kecil, maka itu hanya terdapat pada sedikit kelompok dari orang Arab dahulu. Begitu pula ditemukan bahwa para wanita juga bersuci dari haidh. Ini pun sudah sangat dikenal di masa silam. Intinya, orang Arab di masa silam sudah mengenal thoharoh atau bersuci.
Orang Musyrik Juga Berpuasa
Orang musyrik di masa silam juga berpuasa denagn puasa yang berbeda dengan yang kita lakukan. Sebagaimana diceritakan dalam hadits berikut,
عَنْ
عَائِشَةَ - رضى الله عنها - قَالَتْ كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ تَصُومُهُ
قُرَيْشٌ فِى الْجَاهِلِيَّةِ ، وَكَانَ رَسُولُ اللَّهِ - صلى الله عليه
وسلم - يَصُومُهُ ، فَلَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ صَامَهُ ، وَأَمَرَ
بِصِيَامِهِ ، فَلَمَّا فُرِضَ رَمَضَانُ تَرَكَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ ،
فَمَنْ شَاءَ صَامَهُ ، وَمَنْ شَاءَ تَرَكَهُ
Dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata, "Dahulu
orang Quraisy di masa Jahiliyah melakukan puasa 'Asyura. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam pun melakukan puasa tersebut. Ketika
beliau tiba di Madinah, beliau melakukan puasa 'Asyura itu dan
memerintahkan para sahabat untuk melakukannya. Ketika puasa Ramadhan
diwajibkan, beliau meninggalkan puasa 'Asyura. Beliau pun mengatakan
bahwa siapa yang mau, ia bisa berpuasa. Siapa yang mau, ia bisa
meninggalkannya." (HR. Bukhari no. 2002).Orang Musyrik Melakukan Shalat dan I'tikaf
Orang musyrik juga melakukan shalat dengan ruku' dan do'a yang mereka menyebutnya dengan shalat. Itu sudah sangat ma'ruf di tengah-tengah mereka. Namun dalam shalat tersebut tidak ada sujud.
Begitu pula mereka melakukan i'tikaf dalam rangka ibadah. Sebagaimana hadits yang ma'ruf dari Ibnu 'Umar,
عَنِ
ابْنِ عُمَرَ - رضى الله عنهما - أَنَّ عُمَرَ سَأَلَ النَّبِىَّ - صلى
الله عليه وسلم - قَالَ كُنْتُ نَذَرْتُ فِى الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ
أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ، قَالَ « فَأَوْفِ
بِنَذْرِكَ »
Dari Ibnu 'Umar radhiyallahu 'anhuma, ia pernah bertanya pada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Aku pernah bernazar di masa jahiliyah untuk beri'tikaf semalam di Masjidil Haram." Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam lantas bersabda, "Tunaikanlah nazarmu." (HR. Bukhari no. 2032 dan Muslim no. 1656).Begitu pula orang musyrik di masa silam biasa menyepi untuk melakukan ibadah (baca: tahannuts). Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah menyepi untuk beribadah di goa Hira sehingga menerima wahyu.
Ibadah Lain yang Dilakukan Orang Musyrik
Sebagaimana Syaikh Muhammad rahimahullah mengatakan di atas bahwa orang musyrik juga rajin sedekah. Orang musyrik pun rajin berdzikir dengan memuji Allah sebagaimana ditemukan dalam sya'ir-sya'ir Arab. Dan juga sudah sangat ma'ruf, orang musyrik melakukan haji dan umrah di Baitullah.
Berbagai cerita di atas dapat dibuktikan dari kitab-kitab semacam Bulughul Arob karangan Al Alusi, Adyanul 'Arob karya 'Ali Al Jarim, dan juga kitab Tarikhul 'Arob Al Mufashol Qoblal Islam.
Terus Apa Masalahnya?
Sebagaimana sudah terbukti bahwa orang -musyrik- Arab tidaklah jauh dari ibadah. Ibadah yang mereka adalah warisan dari ajaran Nabi Ibrahim 'alaihis salam, sebagiannya lagi adalah dari ajaran Nabi Musa 'alaihis salam. Orang musyrik itu mengakui tauhid rububiyah, yaitu bahwa Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, penguasa jagad raya dan pengatur alam semesta. Sebagaimana ayat yang membuktikan hal ini,
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
"Katakanlah:
"Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?"
Maka mereka akan menjawab: "Allah." Maka katakanlah "Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya?" (QS. Yunus: 31).Jadi masalahnya, bukanlah dalam keimanan pada rububiyah. Masalahnya adalah mereka menduakan Allah dalam ibadah. Mereka menjadi hamba yang bertauhid (muwahhid) dalam hal rububiyah dan bahkan mereka adalah ahli ibadah. Namun hal itu tidak bisa menjadikan mereka sebagai seorang muslim. Karena orang musyrik beribadah kepada Allah dan juga beribadah kepada selain Allah. Mereka tidak mau beribadah kepada Allah semata. Di samping Allah, mereka juga beribadah kepada berhala mereka yang merupakan wujud orang sholih. Jadi, inti masalahnya karena orang musyrik itu menduakan Allah dalam ibadah. Itulah alasan kenapa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memerangi orang musyrik dan mengafirkan mereka. Dan bukan sama sekali, orang musyrik menyembah Laata, 'Uzza, Manat, dan lainnya karena mereka adalah pencipta dan pemberi rezeki. Namun mereka menyembahnya hanya sebagai perantara dan pemberi syafa'at.
Pembahasan di atas penulis sarikan dan kembangkan dari penjelasan Syaikh Sholih bin 'Abdul 'Aziz bin Muhammad Alu Syaikh hafizhohullah dalam kitab beliau Syarh Kasyfi Syubuhaat.
Semoga Allah memberi kepahaman dan hidayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar