Syi’ah memusuhi Islam dan lebih buruk tipuannya dibanding Ahmadiyah
- Kenapa syi’ah diizinkan mendirikan sekolah tinggi di Jakarta?
Syi’ah itu memusuhi Islam dan lebih buruk tipuannya terhadap Islam
dibanding Ahmadiyah. Karena Ahmadiyah, bagi Ummat Islam mudah diketahui
karena mereka memiliki pemimpin yang mengaku nabi, sehingga Ummat Islam
faham bahwa itu nabi palsu, maka jelas sesat. Tetapi Syi’ah hanya
mengaku memiliki imam, sehingga Ummat Islam banyak yang menganggapnya
biasa saja, karena memang dalam Islam, lafal imam itu tidak masalah.
Beda dengan nabi palsu. Hanya saja ternyata yang diklaim sebagai imam
dalam syi’ah itu lebih tinggi maqamnya/ kedudukannya dibanding
nabi-nabi, bahkan maqamnya tidak dapat dijangkau oleh malaikat
muqarrabin sekalipun. Bahkan imam mereka dianggap maksum, dan derajatnya
melebihi Allah Ta’ala, karena Allah dianggap memiliki sifat bada’ yaitu
tadinya tidak tahu, kemudian baru tahu ketika ada kejadian. Sedang imam
syi’ah dianggapnya tahu hal ghaib. Ini jelas amat sesat:
- Lebih buruk dari nabi palsu tapi tidak dengan sebutan nabi.
- Ummat Islam tidak mudah mengerti kesesatannya karena sebutannya
hanya imam, namun sejatinya difungsikan sebagai orang yang melebihi
nabi.
- Jadi, tipuannya lebih sangat menipu.
Sayangnya, untuk melancarkan tipuan terhadap Ummat Islam itu, ada
pihak-pihak yang ikut nimbrung bersama syi’ah sebagai penipu Ummat
Islam, hingga ada yang member izin didirikannya sekolah tinggi syi’ah di
Jakarta, dan bahkan unsur MUI pun kerjasama dengan lembaga syi’ah di
luar negeri, serta ada yang tertangkap basah punya perjanjian kerjasama
dengan lembaga syi’ah di Iran lalu ketahuan dan tidak mengaku tapi
setelah dibawa buktinya, Said Aqil Siradj ketua umum NU baru tidak dapat
berkelit lagi, maka dibatalkanlah kerjasama dengan aliran syi’ah
perusak Islam itu oleh NU.
Berikut ini pantas kita simak:
Diresmikan, Sekolah Tinggi Filsafat Sadra (Filosof Syi’ah) di Jakarta
- Dinilai dekat dengan aliran sesat Syi’ah
- Beberapa pengajarnya lulusan Iran
- Untuk mengajarkan tentang idiologi adanya Al Qur’an versi Syi’ah?
- Mengaku sempat terseok-seok selama dua tahun akibat
kendala perizinan, akhirnya Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STIF) Sadra
resmi berdiri tahun ini.
- Lembaga yang berdiri di bawah naungan Yayasan Hikmat Al Mustafa
Jakarta ini diresmikan oleh Prof. M. Zein, selaku pewakilan Direktorat
Pendidikan Tinggi Islam Kemenag.
- Dalam pernyataannya, M. Zein sempat memberikan apresiasi terhadap
sekolah filsafat ini. Ia bahka berharap STFI Sadra dapat menjadi
kebanggaan umat Islam dalam mempelajari filsafat, al-Qur’an dan Hadits.
- “Rasulullah bersabda ambillah hikmah dar imanapun asalnya,” ujarnya saat launching di Gedung Sucofindo, Jakarta Selatan, Kamis, (12/07/2012) kemarin.
- Acara dihadiri oleh Wakil Menteri Agama, Prof Dr Nasarudin Umar dan
Perwakilan Direktorat Pendidikan Tinggi Islam Prof M. Zein. Juga
dihadiri Dewan Penyantun STFI Sadra, Prof. Umar Shihab, Ketua STFI Sadra
Umar Shahab dan Direktur Mizan Dr Haidar Bagir, dan sejumlah pembicara
beserta undangan.
- Sementara itu Profesor Ahmad Fazeli, Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa
turut berterimakasih kepada Kementerian Agama (Kemenag) yang
mengeluarkan izin sekolah filsafat ini. Ia berharap smoga STFI Sadra
memberikan sumbangan pemikir bagi perkembangan negeri ini.
- Beberapa dosen di Sekolah ini di antaranya Prof. Dr. Mulyadhi
Kartanegara, Prof Dr. Abdul Hadi MM, Dr. Haidar Bagir (Mizan), Dr Umar
Shahab, Dr. Muhsin Labib, Dr. Zainal Abidin Bagir (Center for Religious
and Cross-Cultural Studies/CRCS), Dr Donny Gahral Adaian, Prof. Dr
Rosikhon Anwar (Guru Besar Ilmu Al-Quran UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
juga Dr. Khalid Walid, alumnus dari Hawzah Ilmiah Qom, Iran.
- Ahmad Jubaili, Ketua Tim Perumus Kurikulum dikutip radio Iran, IRIB, mengatakan,
kuliah yang disusun dirancang secara integral, saling terkait. Kampus
ini menurutnya merupakan tempat kajian ilmiah yang merujuk pada Filsafat
Mulla Sadra yang mampu menggabungkan seluruh pendekatan keilmuan,
terutama teologi, filsafat dan Tasawuf.
- Mulla Shadra mempunyai nama lengkap Shadr al Din Muhammad Ibn
Ibrahim Ibn Yahya Qawami al Syiraz, seorang filsuf terbesar mazhab Syiah
Imamiyah.
- Sekolah ini dikembangkan dengan model boarding (berasrama) yang
direncanakan menampung setiap tahun 80 mahasiwa laki-laki dan perempuan
yang direkruit secara ketat dari sekolah terbaik (SMA, Pesatren) di
seluruh Indonesia. Mahasiswa yang lulus seleksi di beri beasiswa secara
penuh selama 7 tahun.
- Sementara itu, Fahmi Salim, MA, Wakil Sekjen Majelis (Waskjen)
Intelektual dan Ulama Muda Indonesia, serta Komisi Pengkajian di MUI
Pusat mengatakan, dari bentuknya, lembaga ini dinilai dekat dengan
Syiah.
- “Karena selama ini, gerakan Syiah masuk melalui filsafat,” ujarnya kepada hidayatullah.com, Jumat (13/07/2012) siang.*
- Rep: Pizaro
- Red: Cholis Akbar
- Jum’at, 13 Juli 2012
- Hidayatullah.com— Berdiri Sekolah Tinggi Filsafat Islam Pertama, Dinilai “Berbau” Syiah.
- ** *
- Beberapa pengajarnya lulusan Iran
- Menandai peluncuran, STFI Sadra membuka dua program studi yakni
Filsafat Islam dan Ilmu Qur’an dan Tafsir. Pada angkatan pertama sekolah
yang berlokasi di Jalan Pejaten Raya ini menampung 80 mahasiswa baik
jalur beasiswa maupun berbayar.
- Beberapa pengajar dalam sekolah tinggi filsafat ini adalah lulusan
Iran. Di antaranya, Dr. Khalid Walid, alumnus dari Qom dengan
desertasinya “Pandangan Eskatologi Mulla Shadra”. Walid juga Wakil Ketua
Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta. Pengajar lain juga ada Abdullah
Beik, MA, lulusan Qom tahun 1991.
- Sementara masuk dalam kepengurusan STFI Sadra, antara lain; Dr Umar
Shahab, MA (Ketua Prodi Filsafat Agama STFI Sadra), Dr. Haidar, MA
(Ketua Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir), Dr. Kholid Walid, MA (Wakil
Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustofa Jakarta), Abdullah Beik, MA (Dosen STFI
Sadra Jakarta, tulis arrahmah.com.
***
- Untuk mengajarkan tentang idiologi adanya Al Qur’an versi Syi’ah?
- STIF Sadra ini ada Dr. Haidar, MA yang jadi Ketua Prodi –program
studi– Ilmu Al-Quran dan Tafsir. Beberapa waktu lalu orang itu pernah
polemic di Republika, mengenai Syi’ah dan kaitannya dengan Al-Qur’an.
- Untuk mengungkap ideology Haidar Baqir dilihat dari tulisannya, maka
berikut ini kami tampilkan tanggapan Dr Arifin Baderi alumni Jami’ah
Islamiyah Madinah.
- Inilah tanggapan beliau terhadap tulisan Haidar Baqir.
***
Syi’ah Memusuhi Islam
Di tengah keprihatinan dunia Islam karena Syi’ah di Iran merusak
tempat Ibadah Ummat Islam (Sunni) di Teheran dan imamnya ditangkap.
Bahkan Syi’ah di Iran dalam memusuhi Islam melebihi negeri-negeri kafir,
karena di hampir setiap ibukota negeri kafir pun ada masjid untuk Ummat
Islam (Sunni). Namun di Teheran Ibuktota Iran tidak boleh ada masjid
Ummat Islam (Sunni). Ketika ada tempat ibadah Ummat Islam Sunni maka
diserbu.
Pemerintah Iran menyerbu tempat ibadah kaum Muslim Sunni di Teheran
pada hari Ahad lalu (6/2), di mana mereka menyegel rumah dan menangkap
Imam masjid, Syaikh Ubaidullah Musa Zadih.
Kaum Sunni di Iran tidak diizinkan untuk membangun sebuah masjid di Teheran. (nahimunkar.com,
Aparat Iran Segel Tempat Ibadah Kaum Sunni di Teheran dan Menahan Imam, February 11, 2011 10:44 pm,
إغلاق مصلّى لأهل السنة في طهران واعتقال إمام جماعته,
http://www.nahimunkar.com/aparat-iran-segel-tempat-ibadah-kaum-sunni-di-teheran-dan-menahan-imam/#more-4202
Yang lebih menyedihkan terutama bagi Ummat Islam Indonesia, di saat
Ummat Islam (Sunni) dimusuhi oleh syi’ah di pusatnya di dunia yakni
Iran, justru oknum MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pusat berbangga
bekerjasama dengan Iran dalam bidang riset/ penelitian (agama). Surat
kabar yang mewawancarainya (Republika) pun tampak membeberkan dengan
lantangnya.
Sebagian wawancara Republika dengan orang MUI sebagai berikut:
MUI telah mencoba melakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan organisasi-organisasi Islam di luar negeri.
Beberapa waktu lalu, kami diundang ke Irak dan telah menandatangani
kerja sama dengan Pusat Kajian Alquran di Irak yang berpusat di Karbala.
Walaupun berbeda mazhab, kita ingin sama-sama sharing untuk
meningkatkan metodologi hafalan Alquran. Kami bertemu dengan tokoh di
Irak, baik Suni maupun Syiah. Bahkan, mereka sangat mengapresiasi
kunjungan kita ke Irak di tengah-tengah situasi kemanan yang menurut
berita internasional kurang kondusif.
Kita ingin menjalin kerja sama dengan umat Islam walaupun berbeda
aliran/mazhab. Kita sadar bahwa musuh-musuh Islam selalu berupaya
melemahkan Islam dengan mengadu domba antara Syiah dan Sunni. Kita tak
mau itu terjadi. Syiah itu tak seperti Ahmadiyah karena Syiah adalah
mazhab yang diakui dunia Islam.
(Pada bagian lain dikemukakan):
MUI juga akan melakukan riset bersama di Iran tentang peradaban
Islam. Mereka bisa melakukan riset mengenai peran MUI dalam merekatkan
ukhuwah Islamiyah dan ormas-ormas Islam di Indonesia. (Republika,
KH Muhyiddin Junaidi MA, Umat Harus Waspadai Konspirasi Musuh
Minggu, 13 Februari 2011 pukul 11:47:00).
Bagaimana tidak meleknya itu orang MUI padahal Ketua MUI bidang
Hubungan Luar Negeri. Ketika Ummat Islam sedunia prihatin dengan
jahatnya Syi’ah di Iran terhadap Ummat Islam (Sunni), sampai mendirikan
masjid saja dilarang, lalu shalat di rumah-rumah secara berjama’ah juga
diserbu lalu imamnya ditangkap dan tempat ibadahnya disegel, lha kok MUI
malah membanggakan gandeng tangannya dengan Iran yang memusuhi Islam.
Bahkan menipu Ummat bahwa Syi’ah itu madzhab yang diakui dunia Islam.
Padahal dunia Islam memahami bahwa syi’ah itu adalah terhitung induk
kesesatan.
Tampaknya akhir-akhir ini isi dan lakon MUI Pusat sangat mengecewakan
bagi Ummat Islam yang masih punya ghirah Islamiyah. Ada tokoh MUI yang
memasukkan dengan sengaja orang dari aliran yang difatwakan sesat oleh
MUI ikut rapat dalam Munas di Pondok Gede Jakarta Januari 2011. Ada yang
memberi sertifikat bahwa satu lembaga training terkemuka –yang telah
difatwakan sesat menyesatkan oleh mufti di Malaysia– adalah sesuai
syari’at. Padahal masyarakat banyak yang tahu bahwa lembaga training itu
jelas banyak menyimpang dari aqidah Islam, memaknai Asmaul Husna
semaunya, dan menafsirkan ayat Al-Qur’an semaunya. Bahkan
mengkombinasikan aqidah Islam dengan ajaran lain (menurut penelitian
seorang yang tinggal di Belanda, berkaitan dengan ajaran sinkretisme NAM
–New Age Movement). Namun oleh MUI dianggap sesuai syari’at.
Masih ditambah lagi dengan oknum MUI yang lain lagi dan duduk di
kursi Ketua MUI, membanggakan kerjasamanya dengan pihak (syi’ah) Iran
yang jelas-jelas memusuhi Islam bahkan melebihi orang-orang negeri
kafir.
Bagaimana Syi’ah di Indonesia
Perlu diketahui, LPPI (Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam) di
Jakarta, sebelum tahun 2000 telah menerbitkan buku tentang ratusan ulama
yang dibantai di Iran zaman kekuasaan Khumeini, dan masjid-masjid Ahlis
Sunnah yang dihancurkan di Iran. Daftar nama para Ulama Sunni yang
dibantai dan masjid-masjid Sunni yang dihancurkan itupun dicantumkan
dengan jelas disertai riwayat singkatnya.
Sebegitu ganasnya kebengisan Syi’ah di Iran terhadap para Ulama
Sunni, Masjid-masjid Sunni; bahkan maraji’ (buku-buku rujukan/
referensi) Sunni pun dibersihkan alias dimusnahkan. Namun anehnya di
Indonesia, perguruan tinggi Islam (negeri) dan Muhammadiyah justru
menerima dengan
welcome terhadap referensi dari Iran, bahkan
Iran telah memiliki 12 Iranian Corner di perguruan-perguruan tinggi
Islam (negeri) dan Muhammadiyah di Indonesia. Perpustakaan-perpustakan
Iran di perguruan tinggi Islam di Indonesia yang berjumlah 12 temnpat
itu alhamdulillah telah dimusnahkan oleh Allah Ta’ala yang satu Iranian
Corner yaitu di UMJ (Universitas Muhammadiyah Jakarta) ketika terkena
musibah jebolnya tanggul Situ Gintung di Cierendeu Tangerang Banten,
Jum’at shubuh, 1 Rabi’ul Akhir 1430H/ 27 Maret 2009.
Rector UMJ tampak meratapi karena kerugiannya mencapai 9-10 miliar
rupiah, di antaranya Iranian Corner itu. Kalau memang dia sayang-sayang
terhadap Islam Sunni, maka barangkali mau mengingat Allah, mengakui
bahwa jelas di antara upayanya itu adalah menyuntikkan kesesatan dan
penyesatan. Sehingga kalau mau sadar, maka rector UMJ maupun
Muhammadiyah justru perlu memikir ulang, menimbang-nimbang lagi, apakah
tidak besar madharatnya dengan menerima Iranian Corner di berbagai
Universitas Muhammadiyah itu. Namun kalau cara berfikirnya model mantan
rector UMS Malang, Malik Fajar, apalagi hanya buku-buku dari Iran,
sedang buku-buku dari Israel pun dia terima sejak kira-kira tahun
1995-an. Hal itu dikemukakan oleh seorang petugas ketika Menteri Agama
yang lalu, dr Tarmidzi Taher, datang ke kampus Universias Muhammadiyah
Malang.
Di antara perguruan Tinggi Islam yang memiliki Iranian Corner, menurut Majalah
HidayatullahApril
2009 adalah: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Universitas Muhammadiyah
Jakarta (alhamdulillah Iranian Corner di UMJ ini telah musnah terkena
banjir Situ Gintung, red) Universitas Muhammadiyah Malang, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, dan UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Bisa dibayangkan, Yogyakarta, satu kota saja ada 3 Iranian Corner;
yang satu UIN, yang dua Muhammadiyah (?). Tampaknya Muhammadiyah ini
tidak kapok-kapoknya. Dulu yang menyambut baik kedatangan aliran sangat
sesat, Ahmadiyah, itu juga Muhammadiyah, walau belakangan mengakui
kesalahannya atas keterlanjuran selama itu berangkulan dengan Ahmadiyah.
Namun pengakuan kesalahan itu tampaknya tidak diujudkan oleh generasi
belakangan, bahkan terkesan ogah-ogahan dalam menghadapi Ahmadiyah
bersama Muslimin yang bersemangat untuk meminta agar Ahmadiyah
dibubarkan. Bahkan sebagian orang Muhammadiyah tampak bersuara membela.
Ini aneh sekali.
Sebaliknya, kadang Muhammadiyah dalam kiprahnya, justru
nyerempet-nyerempet hal
yang tidak berguna, dan mengandung masalah. Seperti untuk mengadakan
hajat Muktamar Muhammadiyah di Jogjakarta dibesar-besarkan dengan
kesenian kolosal dengan mempercayakan sebagai supervisinya kepada
sutradara yang sedang bermasalah dengan Ummat Islam yakni Hanung
Bramantyo.
[1] (lihat Radar Yogya [ Rabu, 08 April 2009 ]).
Aktif di Lembaga Iran
Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki
lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center),
berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah
didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada
orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah
Hidayatullah yang
mewawancarai pihak ICC,di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu
adalah kakak beradik: Umar Shihab ( salah seorang Ketua MUI –Majelis
Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof Quraish Shihab (mantan rector IAIN
Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang
tafsir Misbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem
penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga
sejumlah keturunan
alawiyin atau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian
ngomongnya sudah
pelo,
ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan
principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran,
padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur
masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia
berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik
ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda
untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an
mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada
200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun
mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis Majalah
Hidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan
faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga
pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi
di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa), ada juga Husein al-Kaff
yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan
Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan
Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus
wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM
Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan
43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di
tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat
kabupaten. Kota.
Tidak hanya melalui pengajian, upaya penyebaran paham Syi’ah juga
gencar dilakukan melalui penerbitan buku. Menurut hasil hitungan Rausyan
Fikr, hingga Februari 2001 saja, tidak kurang 373 judul buku mengenai
Syi’ah telah diterbitkan oleh 59 penerbit yang ada di Indonesia.
(Majalah Hidayatullah, Rabi’ul Tsani 1430H/ April 2009, halaman 29).
Itu belum kerjasamanya dengan para pengusung bid’ah dan bahkan pihak gereja. (lihat nahimunkar.com,
Kelompok Sesat Syiah “Mengaji’ ke Gereja, January
15, 2009 3:51 am admin Artikel). Pada 10 Muharram 1430 H,
al-hamdulillah pihak MUI bersama pengurus dan pegiat Masjid At-Taqwa di
Cirebon Jawa Barat bekerjasama dengan Polisi berhasil membatalkan akan
diselenggarakannya haul Imam Husein di Masjid At-Taqwa. Acara haul itu
menghadirkan seorang petinggi NU (Nahdlatul Ulama),
Said Agil Siraj.
Namun acara itu tetap diselenggarakan dengan dialihkan ke Keraton
Kasepuhan, dan dikhabarkan, Said Agil Siraj marah-marah dengan adanya
pembatalan di Masjid At-Taqwa ini.
Lhah, kenapa marah-marah? Padahal, pendiri NU sendiri, KH
Hasyim Asy’ari adalah orang yang tidak mau adanya Haul (peringatan
tahunan orang meninggal). Al-Marhum Pak ‘Ud (Yusuf Hasyim) putera Hasyim
Asy’ari sendiri pernah penulis dengar, mengakui bahwa bapaknya (Hasyim
Asy’ari) memang tidak mau adanya haul.
Kok sekarang, generasi
belakangan, justru bukan hanya mengadakan haul, tetapi haul dengan
berbau-bau Syi’ah lagi. Ini mestinya dari kalangan NU perlu
meluruskannya kembali, agar tidak semakin kebablasan. Yakni bid’ah plus
aliran sesat, itu saja Syi’ah ini adalah induk dari aneka kesesatan.
Dari kenyataan itu, Syi’ah di Iran sebegitu ganasnya dalam membunuhi
Ulama Sunni, menghancurkan masjid-masjid Sunni, dan membersihkan
kitab-kitab rujukan Sunni. Tetapi di Indonesia justru lembaga-lembaga
perguruan tinggi Islam negeri dan Muhammadiyah mendirikan Iranian Corner
di 12 tempat, masih pula sebagian tokoh Ormas Islam besar lainnya yang
justru mengklaim bahwa merekalah yang Ahlus Sunnah ternyata tampak
mengais-ngais proyek atau kegiatan dari Syi’ah. Sambil sesekali berkilah
bahwa ada tradisi-tradisi NU yang dari Syi’ah.
Apa sebenarnya yang mereka bela?
Semoga Allah menunjuki hamba-hamba-Nya yang ingin menegakkan
agama-Nya yang bersifat memberantas kesesatan, apalagi induk kesesatan
yang membenci kebenaran. Dan semoga Allah menghindarkan Muslimin yang
teguh dari aneka bujukan dan rayuan para penyesat yang kini di Indonesia
merasa mendapatkan angin longgar hingga ada yang duduk di MUI,
perguruan tinggi Islam, ormas-ormas Islam dan lembaga lainnya. (haji).
(nahimunkar.com)
[1] Sementara itu sebenarnya seperti apa Hanung itu. Berikut ini mari kita ulang sejenak:
Menurut Hanung, banyak protes yang ditujukan kepada dirinya di balik kesuksesan film
Ayat-ayat Cinta. Sebagian besar dari mereka adalah perempuan yang menganggap Hanung pro poligami dan
Ayat-ayat Cintamencerminkan budaya patriarki yang merugikan kaum perempuan. Oleh karena itu, Hanung pun bergegas membuat film
Perempuan Berkalung Sorban.
Nah, melalui film
Perempuan Berkalung Sorban inilah Hanung membayar hutangnya, dengan membuat film yang turut memperjuangkan tema-tema feminisme yang
content-nya
sejalan dengan materi perjuangan para liberalis dan pegiat kesetaraan
gender. Dalam bahasa sederhana, Hanung didukung oleh kalangan pro
kesesatan. Jadi, Hanung –kalu berdaya nalar yang panjang– mestinya faham
bila ada ulama yang menyesatkan karyanya.
Film
Perempuan Berkalung Sorban dibuat berdasarkan novel
karya Abidah El Khalieqy yang pernah diterbitkan oleh Yayasan
Kesejahteraan Fatayat dan the Ford Foundation. Menurut Indra Yogi, The
Ford Foundation terlanjur mempunyai citra yang tidak bagus. Di
Indonesia, Ford Foundation pernah ikut menerbitkan sebuah buku berjudul
Gagasan Islam Liberal di Indonesia: Pemikiran Neomodernisme Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurrahman Wahid yang
diterbitkan secara bersama antara Paramadina, Yayasan Adikarya Ikapi,
di tahun 1999. Buku tersebut aslinya merupakan disertasi Greg Barton
(1995) tentang kemunculan pemikiran liberal di kalangan pemikir
Indonesia.
Selain itu, menurut Indra Yogi, Ford Foundation merupakan donatur
penting bagi International Center for Islam and Pluralism (ICIP). Antara
lain donasi yang pernah disalurkan Ford Foundation kepada ICIP adalah
berupa dana segar sebesar satu juda dolar Amerika (US$ 1,000,000), yang
ditujukan untuk
Web-based distance learning courses to enable
adolescent and adult Muslims in poor communities to continue their
secular education. (Kursus jarak jauh melalui situs internet yang
memungkinkan orang Islam dewasa yang berasal dari komunitas miskin untuk
melanjutkan pendidikan sekularnya).
Menurut catatan Adian Husaini, ICIP merupakan salah satu lembaga
swadaya masyarakat (LSM) yang sangat aktif menyebarkan paham Pluralisme
Agama di pondok-pondok pesantren, juga aktif menyebarkan paham
kesetaraan gender. Salah satu tokoh beken dari ICIP adalah Syai’i Anwar.
Jadi, pendukung utama Hanung di dalam membuat film
Perempuan Berkalung Sorban ini
adalah mereka yang selama ini aktif membela-bela kesesatan, antara lain
Musdah Mulia. Sebagai aktivis kesetaraan gender, Musdah tidak setuju
dengan seruan boikot yang dikumandangkan Ali Mustafa Yakub. Karena,
menurut Musdah, film
Perempuan Berkalung Sorban justru
mengungkapkan realitas penindasan terhadap perempuan dengan
mengatasnamakan agama. (nahimunkar.com, February 10, 2009 8:46 pm admin
Artikel, Fenomena Sinetron dan Film Indonesia Bertendensi Merusak Citra Islam).